Minggu, 29 Mei 2011

Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 3-4)

Indonesia memiliki banyak seniman di bidang musik yang handal, dari 1960 hingga sekarang silih berganti para komposer (pencipta/penggubah lagu) mewarnai perjalanan musik kita dari masa ke masa. Meski popularitas mereka biasanya tergusur oleh para biduan yang menyanyikan lagu-lagu mereka, akan tetapi sebenarnya merekalah yang menciptakan trend musik di setiap dekade.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka, arasadeta menyajikan daftar para komposer yang memiliki produktivitas tinggi dengan karya berkategori hitsmaker dan dibawakan oleh beberapa penyanyi berbeda. Urutan peringkat bukan berdasarkan kualitas, namun berdasarkan popularitas lagu-lagu yang banyak menjadi hits pada kurun waktu tertentu. Mungkin ada beberapa nama yang saat ini terlupakan karena sudah tidak aktif lagi di blantika musik tanah air.

4. Melly Goeslaw atau Mellyana Cessy Goeslaw Hoed, putri tunggal mendiang musisi Melky Goeslaw serta istri dari Anto Hoed ini telah sukses menciptakan banyak lagu yang sangat meledak di pasaran. Namanya mulai dikenal sejak ia membentuk band Potret bersama Anto Hoed pertengahan 90-an silam. Lirik-lirik ‘nakal’ dalam lagu-lagu ciptaannya merupakan salah satu kekuatan dari karya-karyanya. Meski demikian, Melly mengaku tidak bisa membaca not balok. Saat mendapat inspirasi nada, ia kerap dibantu sang suami dalam membuat notasinya. Kekurangan ini tidak menghalanginya untuk menjadi penata musik yang handal dan menciptakan hits yang terkenal, bahkan menjadi fenomena. 

Bersama Potret, ia seringkali meluncurkan karya berkualitas, seperti “Terbujuk” (1996), “Bagaikan Langit” (1998), "Salah" (1997), dan yang paling fenomenal adalah “Bunda” (1997), sebuah lagu yang ia dedikasikan untuk dan pengorbanan jasa kaum ibu. Lagu ini seolah menjadi salah satu lagu ‘wajib tidak resmi' pada perayaan hari Kartini ataupun hari Ibu. 

Tahun 1999, ia mencoba bersolo karir dan menyanyikan karya-karyanya sendiri, hingga menelurkan hits "Jika" dimana ia berduet bersama Ari Lasso. Lewat lagu ini, publik mulai terbiasa dengan notasi yang terdengar aneh karena mudah berpindah-pindah dalam lagu duet ciptaan Melly. 

Di tahun yang sama, ia menciptakan “Tegar” yang mengangkat nama penyanyi pendatang baru yang meluncurkan album keduanya, yaitu Rossa. Kemudian disusul dengan kesuksesannya mencetak lagu “Menghitung Hari” lewat suara Krisdayanti yang saat itu juga baru mengeluarkan album kedua. Selanjutnya, Rossa seolah menjadi jaminan sukses dalam menyanyikan karya Melly, terbukti di album berikutnya Rossa kembali mencapai kesuksesan lewat “Hati yang Terpilih” (2000), “Malam Pertama” (2004), dan “Atas Nama Cinta” (2006). 

Serupa dengan Rossa, Agnes Monica pun seolah 'berjodoh' jika melantunkan tembang-tembang Melly, setelah berhasil dalam “Pernikahan Dini” dan “Seputih Kasih” (2001) yang merupakan lagu-lagu OST sinetron Pernikahan Dini yang Agnes bintangi. Nama Agnes makin berkibar saat menyanyikan “Indah” (OST sinetron Cewekku Jutek-2003) dan “Jera” (2003). 

Album perdana mantan VJ MTV Shanty tahun 2004 juga ‘diwarnai’ oleh Melly, yaitu pada lagu “Persembahan dari Hati” (dijadikan judul album perdana Shanty) dan “Tak Berawal Tak Berakhir” serta “Hanya Memuji”, yang merupakan single Shanty bersama Marcell. Kelompok vokal Warna juga tak mau ketinggalan ingin ‘mencicipi’ karyanya, melalui “Oh Cinta” (2003). 

Sukses bersama Potret, gemilang dalam debut solo album, dan juga sukses mengangkat pamor para penyanyi muda, membuat Melly ditawari untuk menggarap album Original Soundtrack (OST) film didampingi suaminya. Album OST pertamanya "Ada Apa dengan Cinta?" (2002) yang setelah mendapat sukses besar di Indonesia, juga terkenal di berbagai negara Asia salah satunya Malaysia, lewat lagu-lagu "Ku Bahagia", "Bimbang", dan "Ada Apa dengan Cinta?" (duet bersama penyanyi muda Erick). Kesuksesan ini membuat Melly Goeslaw mendapat proyek garapan album OST lagi yang tidak kalah suksesnya, "Eiffel ... I'm In Love" (2003), Album OST garapan Melly mampu mengimbangi popularitas film dengan lagu hits soundtrack-nya, seperti "Pujaanku" (duet dengan Jimmo), dan "Tak Tahan Lagi". 

Dan setelah 5 tahun tidak membuat album solo, di tahun 2004 Melly mengeluarkan album solonya yang kedua yang berjudul "Intuisi", sekaligus juga mempopulerkan tembang-tembang soundtrack film “Tentang Dia” yang ia kerjakan, seperti "Tentang Dia" (duet bersama Evan Sanders), "Cinta" (duet bersama Krisdayanti), dan "Biarkan Saja Ini Mengalir". 

Belum lama merilis album solonya yang kedua, Melly mendapat proyek soundtrack kembali, yang berjudul "Apa Artinya Cinta?" (2005), di proyek ini Melly mengajak teman duet lamanya yaitu Ari Lasso untuk berkolaborasi dalam single yang berjudul "Apa Artinya Cinta?". Hits lain di album ini adalah “I’m Falling In Love”. Proyek soundtrack Melly tak berhenti disitu, berikutnya giliran OST film "My Heart" (2006) yang ia garap. Bedanya di album ini, Melly tidak bernyanyi, bersama Anto Hoed ia ‘hanya’ menjadi komposer semua lagu yang ada di dalamnya. Para pemain film tersebut mendapat kepercayaan untuk melantunkan karya-karyanya, yaitu Irwansyah, Acha Septriasa, dan Nirina Zubir. Hampir semua lagu di album ini menjadi hits, seperti “Sampai Menutup Mata” (Acha Septriasa), “Berdua Lebih Baik” (Acha Septriasa), “Pecinta Wanita” (Irwansyah), “Hari Ini Esok dan Seterusnya” (Nirina Zubir), dan tentu saja yang paling populer “My Heart”, yang dinyanyikan secara duet oleh pasangan Irwansyah dan Acha Septriasa, hingga mereka menjadi idola remaja waktu itu. Para ‘penyanyi’ yang bukan penyanyi itu tidak kesulitan menyuarakan lagu-lagu Melly tersebut, karena Melly sengaja menciptakan lagu-lagu ringan yang tidak memiliki tingkat kesulitan tinggi di album ini. 

Di tahun berikutnya (2007) Melly Goeslaw merilis album solonya yang ketiga berjudul "Mind N Soul", berisi kumpulan karya Melly di album sebelumnya, meski begitu, album ini juga mengeluarkan 3 single baru yang sukses di pasaran seperti lagu "Let's Dance Together", "Gantung", dan "Risau" (ciptaan Cecep AS yang diaransemen ulang). Pada lagu “Let’s Dance Together”, ia mengajak serta kelompok vokal binaannya yang terdiri dari para bintang sinetron Chelsea Olivia, Laudya Cynthia Bella, Ayushita, Raffi Ahmad, dan Dimas Beck, yaitu BBB (Bukan Bintang Biasa). 

Tak lama berselang, Melly Goeslaw dan suaminya mendapatkan proyek soundtrack film "The Butterfly", namun Melly hanya mengeluarkan satu single saja yaitu "Butterfly" (berduet dengan Andhika Pratama). Tahun 2008, giliran film bernuansa religi “Ayat-ayat Cinta” mendapat sentuhan tangan dinginnya. Namun di album ini Melly tidak terlibat secara penuh, ia hanya menciptakan dua buah tembang yang keduanya dinyanyikan oleh Rossa, yaitu “Ayat-ayat Cinta” dan “Takdir Cinta”. Lagu lainnya merupakan kompilasi tembang ciptaan Sherina, Oncy Ungu, dan sebagainya. Film religi lain yang soundtrack-nya ia garap berjudul "Ketika Cinta Bertasbih" (2009). Di album ini Melly mengeluarkan single "Ketika Cinta Bertasbih" (berduet dengan penyanyi muda Amee), "Tuhan Beri Aku Cinta" dinyanyikan oleh Ayushita, dan "Menanti Cinta" disuarakan oleh Krisdayanti. 

Melly dijuluki sebagai “Ratu Soundtrack” karena hampir selalu menjadi penggarap lagu tema film setiap tahunnya, kurang lebih 10 OST film telah ia garap bersama suaminya. Menariknya, film-film yang ia garap soundtrack-nya hampir semua mencapai Box Office di Indonesia. Lagu tema lainnya yang ia garap di tahun 2011, yaitu OST film "Kabayan Jadi Milyuner" dengan hits “Yuk Kita Jadian", "Heart 2 Heart" dengan hits “Kembalikan Senyumku”, dan "Love Story". Melly merupakan komposer yang unik dan nyentrik. Hasil ciptaannya terkadang amat berkualitas dan mempunyai nilai seni yang tinggi seperti di lagu “Kupu-Kupu” (1999) yang terdapat pada album solo perdananya, namun ada pula karyanya yang terkesan sangat ringan dan ‘main-main’ contohnya pada lagu “Putus Nyambung” (BBB-2008). Satu hal yang menjadi ciri khas karyanya yaitu lirik yang ia sampaikan begitu lugas, to the point, terkadang tidak mengandung unsur puitis.


3. Titiek Puspa atau Sudarwati atau Kadarwati, merupakan legenda musik Indonesia. Perempuan berusia 73 tahun ini juga merupakan musisi yang kuat bertahan di setiap dekade. Di era apapun Titiek mampu menyodorkan lagu bernuansa kekinian, mungkin baru di 2000-an lah ia mulai tidak lagi aktif mencipta lagu, namun aktivitas seninya tak pernah berhenti sampai sekarang. 

Di tengah kemunculan para musisi yang jauh lebih muda dari dirinya, nama Titiek tak lantas sirna dari peredaran. Lalu apa yang membuat dia bertahan? Jika kita mencermati karya-karyanya, Titiek memang cenderung menampilkan tema apa saja dan disajikan dalam struktur apa adanya. Dia tak pernah terjebak dalam pemakaian lirik yang mengawang-awang. Dia sangat membumi. 

Lagu “Kisah Hidup” (1963) merupakan lagu ciptaannya yang pertama yang dipublikasikan. Tahun 1964, dia menciptakan lagu bertajuk “Mama” yang ditulisnya setelah sang ibunda tercinta berpulang ke Rahmatullah. Menurut Titiek, lagu ini merupakan karya terbaiknya. Ia juga menciptakan lagu ringan yang menjadi populer, “Si Hitam”. Selanjutnya meluncur karya lainnya yang menjadi hits besar tahun 1966 yaitu “Minah Gadis Dusun” yang terdapat dalam album “Do’a Ibu”. Tahun 1974, ia meraih Grand Prize dalam ajang Festival Lagu Pop Nasional lewat lagu karyanya bertajuk “Cinta”, yang kemudian dikirim sebagai wakil Indonesia dalam ajang World Popular Song Festival di Budokan Hall Tokyo, Jepang melalui penampilan Broery Marantika. Sayangnya, lagu ini hanya sempat berlaga sampai pada tahap semifinal pada 15 November 1974. Meskipun demikian, di tanah air, tembang ini berhasil menjadi lagu Titiek yang paling fenomenal sepanjang masa dan berkali-kali dirilis ulang oleh banyak penyanyi di kemudian hari. 

Tahun 1984, melalui suara Euis Darliah, lagu ciptaannya “Horas Kasih” berhasil menyabet Bronze Prize dalam The World Song Festival di Los Angeles, California, Amerika Serikat. Padahal menurut Titiek lagu itu hanya lagu ‘gampangan’ dan hura-hura, tak ada hebatnya. Sejumlah nama penyanyi terangkat namanya setelah menyanyikan lagu Titiek. Sebut saja Kelompok Dara Puspita (“Marilah Kemari”), Lilis Suryani (“Gang Kelinci”-1967), Eddy Silitonga (“Jatuh Cinta”-1974, “Rindu Setengah Mati”-1976, “Romo Ono Maling”), Acil Bimbo (“Adinda”-1973, "Sendiri"-1974), New Rollies ("Bimbi"-1978), dan Euis Darliah (“Apanya Dong”-1982). 

Lagu-lagu karya Titiek selalu punya cerita yang melatar belakangi penciptaannya. Dia menulis lagu bernuansa patriotik yang kental “Pantang Mundur” (1964) setelah menyaksikan perpisahan seorang wanita hamil yang ditinggal bertugas oleh sang suami. Ketika mahasiswa angkatan '66, Arief Rahman Hakim gugur, Titiek Puspa pun menulis lagu “Adikku” yang tertuang dalam album “Pita” (1966). Dia pun menulis lagu tentang PSK dengan penuh kasih tanpa hujatan, “Kupu Kupu Malam” setelah mendengar curahan hati seorang ‘wanita malam’ saat ia sedang show di luar kota. Tatkala mendengar kabar tokoh idola sekaligus sahabat dekatnya, Bing Slamet, meninggal dunia pada 17 Desember 1973, Titiek lalu mengambil pena dalam perjalanan di atas pesawat terbang, ia tumpahkan rasa kehilangan itu lewat lagu “Bing” (1973) yang tuntas dalam waktu setengah jam sambil berlinang air mata. Lagu ini kemudian dipopulerkan lewat suara Grace Simon. 

Kadang ia juga menghasilkan karya bertema ringan namun tetap menjadi hits di pasaran, seperti “Apanya Dong”, “Dansa Yo Dansa”, dan “Marilah Kemari”. Bersama grup musik asal Jerman, Scorpions, Titiek (juga bersama James F. Sundah-red), sempat berkolaborasi menghasilkan lagu berjudul “When You Came Into My Life” dalam Pasific Harmony di Bali tahun 1995. Titiek Puspa juga sempat menciptakan karya bernuansa dangdut yang sempat hits “Hidupku Untuk Cinta” (1976) dan “Virus Cinta” (1997). 

Tak hanya itu, ia juga mampu menjaga kualitas vokalnya sampai usia senja. Terbukti dalam konser “Karya Abadi Sang Legenda:70 Tahun Titiek Puspa” (2007) yang lantas dibuat albumnya oleh Sony BMG dengan garapan musik oleh Tohpati, ia menyanyikan beberapa lagunya dengan vokal yang masih cukup prima. Seniman yang juga sempat menjadi langganan membuat karya drama musikal Operet Lebaran dan Tahun Baru di TVRI pada era 1980-an ini, di tahun 2005 dibuatkan sebuah album tribute sebagai bentuk penghargaan atas dedikasinya di dunia musik Indonesia. Album bertajuk “From Us To U” ini menampilkan lagu-lagu hits Titiek yang diaransemen ulang oleh Erwin Gutawa, dan didendangkan lewat suara para penyanyi yang bernaung di bawah label Musica Studio’s. Menariknya, lagu-lagu tersebut kembali menjadi hits, seperti “Cinta” yang disuarakan Rossa dengan penghayatan penuh, “Selamat Tidur Sayang” yang dinyanyikan secara powerfull, menggetarkan, dan penuh emosi oleh Iwan Fals, “Kupu-Kupu Malam” oleh Ariel Peterpan, nuansa komedi yang dihadirkan Project Pop dalam “Dansa Yo Dansa”, juga “Apanya Dong” lewat lengkingan khas Candil Seurieus.

Selanjutnya:
Sebelumnya:

0 komentar:

Posting Komentar

Komentari walau dengan sedikit kata. Jika ingin menambahkan icon smiley, ketik karakter seperti yang tertera di samping kanan icon yang mewakili perasaan anda.

Artikel Popular

Arsip

detikcom

Peringkat Alexa